Olehsebab itu penegakan disiplin terhadap protkol Kesehatan pencegahan Covid-19 sudah semestinya dilakukan secara tegas oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum. ADVERTISEMENT Kampanye-kampanye edukatif dan informatif pun kerap dilakukan oleh pemerintah, namun semua itu tidak seperti yang diharapkan. apalah daya, ekspektasi kadang tidak
Saya menerima sebuah hadiah istimewa Natal lalu yang membawa bersamanya banyak kenangan. Keponakan perempuan saya memberikannya kepada saya. Itu sempat berada di antara barang-barang yang saya tinggalkan di rumah lama keluarga kami ketika saya pindah setelah saya menikah. Hadiah itu adalah buku coklat kecil ini yang saya pegang dalam tangan saya. Itu adalah buku yang diberikan kepada prajurit OSZA yang masuk dalam angkatan bersenjata selama Perang Dunia II. Saya secara pribadi menganggap buku itu sebagai hadiah dari Presiden Heber J. Grant dan para penasihatnya, J. Reuben Clark Jr. dan David O. McKay. Di bagian depan buku itu, tiga nabi Allah ini menulis “Insiden dinas militer tidak mengizinkan kami berhubungan terus-menerus secara pribadi dengan Anda, baik secara langsung ataupun dengan representasi pribadi. Cara terbaik kami berikutnya adalah untuk meletakkan dalam tangan Anda bagian-bagian itu dari wahyu modern dan dari penjelasan tentang asas-asas Injil yang akan mendatangkan bagi Anda, di mana pun Anda mungkin berada, harapan dan iman yang diperbarui, seperti juga penghiburan, pelipuran, dan kedamaian roh.”1 Dewasa ini kita mendapati diri kita sendiri dalam peperangan yang lain. Ini bukanlah peperangan dengan alat senjata. Itu adalah perang pikiran, perkataan, dan perbuatan. Itu adalah perang dengan dosa, dan lebih dari sebelumnya kita perlu untuk diingatkan mengenai perintah-perintah. Sekularisme menjadi norma, dan banyak dari kepercayaan dan praktiknya bertentangan langsung dengan apa yang ditetapkan oleh Tuhan Sendiri demi kepentingan anak-anak-Nya. Dalam buku coklat kecil itu, segera setelah surat dari Presidensi Utama, ada sebuah “Catatan Kata Sambutan kepada Para Pria dalam Tugas Militer,” berjudul “Kepatuhan terhadap Hukum Adalah Kemerdekaan.” Catatan itu menarik kesejajaran antara hukum militer, yang “adalah demi kebaikan semua yang berada dalam dinas militer,” dengan hukum ilahi. Itu berbunyi, “Di alam semesta, juga, di mana Allah memerintah, ada hukum—hukum … universal dan kekal—dengan berkat-berkat tertentu dan hukuman-hukuman yang tak berubah.” Kata-kata terakhir dari catatan itu berfokus pada kepatuhan pada hukum Allah “Jika Anda ingin kembali kepada orang-orang terkasih Anda dengan kepala tegak, … jika Anda mau menjadi seorang pria dan hidup dengan melimpah—maka taatilah hukum Allah. Dengan melakukan itu Anda dapat menambahkan pada kebebasan-kebebasan berharga itu yang tengah Anda perjuangkan untuk lestarikan, sebuah yang lain di mana kebebasan lainnya sangat mungkin bergantung, kebebasan dari dosa; karena sesungguhnya kepatuhan terhadap hukum adalah kemerdekaan.”2 Mengapa ungkapan “kepatuhan terhadap hukum adalah kemerdekaan” terdengar begitu benar bagi saya pada saat itu? Mengapa itu terdengar benar bagi kita semua saat ini? Barangkali itu karena kita memiliki suatu pengetahuan yang diungkapkan tentang sejarah prafana kita. Kita mengenali bahwa ketika Allah Bapa Kekal menyajikan rencana-Nya kepada kita pada permulaan zaman, Setan ingin mengubah rencana tersebut. Dia mengatakan dia akan menebus semua umat manusia. Tidak satu jiwa pun akan hilang, dan Setan yakin dia dapat menggolkan usulannya. Namun ada biaya yang tidak dapat diterima—kehancuran dari hak pilihan manusia, yang dulu dan sekarang adalah sebuah karunia yang diberikan oleh Allah lihat Musa 41–3. Mengenai karunia ini, Presiden Harold B. Lee menuturkan, “Setelah kehidupan itu sendiri, hak pilihan adalah karunia terbesar Allah bagi umat manusia.”3 Bukanlah hal yang sepele bagi Setan untuk mengabaikan hak pilihan manusia. Bahkan, itu menjadi isu utama yang karenanya Perang di Surga berkecamuk. Kemenangan dalam Perang di Surga adalah kemenangan bagi hak pilihan manusia. Setan, bagaimanapun, belumlah selesai. Rencana cadangannya—rencana yang telah dia jalankan sejak zaman Adam dan Hawa—adalah untuk menggoda pria dan wanita, pada dasarnya untuk membuktikan kita tidak layak akan karunia hak pilihan pemberian Allah. Setan memiliki banyak alasan untuk melakukan apa yang dia lakukan. Mungkin yang paling kuat adalah motivasi balas dendam, namun dia juga ingin membuat pria dan wanita sengsara seperti dia adalah sengsara. Tidak satu pun dari kita hendaknya pernah meremehkan bagaimana termotivasinya Setan untuk berhasil. Peranannya dalam rencana kekal Allah menciptakan “pertentangan dalam segala hal” 2 Nefi 211 dan menguji hak pilihan kita. Setiap pilihan yang Anda dan saya buat adalah ujian dari hak pilihan kita—apakah kita memilih untuk patuh atau tidak patuh terhadap perintah-perintah Allah sebenarnya adalah pilihan antara “kemerdekaan dan kehidupan kekal” serta “penawanan dan kematian.” Ajaran fundamental ini secara jelas diajarkan dalam 2 Nefi pasal 2 “Karena itu, manusia bebas secara daging; dan segala sesuatu diberikan kepada mereka yang adalah perlu bagi manusia. Dan mereka bebas untuk memilih kemerdekaan dan kehidupan kekal, melalui Perantara yang agung bagi semua orang, atau untuk memilih penawanan dan kematian, menurut penawanan dan kuasa iblis; karena dia berupaya agar semua orang boleh sengsara seperti dirinya” 2 Nefi 227. Dalam banyak aspek, dunia ini telah senantiasa berperang. Saya percaya ketika Presidensi Utama mengirimkan kepada saya buku coklat kecil saya ini, mereka lebih prihatin mengenai perang yang jauh lebih besar daripada Perang Dunia II. Saya juga percaya mereka berharap buku ini akan menjadi perisai iman melawan Setan dan bala tentaranya dalam perang yang lebih besar ini—perang melawan dosa—dan berfungsi sebagai suatu pengingat bagi saya untuk menjalankan perintah-perintah Allah. Satu cara untuk mengukur diri kita sendiri dan membandingkan diri kita dengan generasi-generasi sebelumnya adalah dengan salah satu standar tertua yang dikenal manusia—Sepuluh Perintah. Untuk sebagian besar dunia yang beradab, khususnya dunia Kristen-Yahudi, Sepuluh Perintah telah menjadi batasan yang paling diterima dan abadi antara yang baik dan yang jahat. Menurut penilaian saya, empat dari Sepuluh Perintah digunakan secara serius dewasa ini seperti juga kapan pun. Sebagai suatu budaya, kita membenci dan mengutuk pembunuhan, pencurian, dan kebohongan, dan kita masih percaya pada tanggung jawab anak-anak terhadap orang tua mereka. Namun sebagai masyarakat yang lebih luas, kita secara rutin mengabaikan enam perintah lainnya Jika prioritas duniawi adalah suatu indikasi, kita tentunya memiliki “allah-allah lain” yang kita dahulukan sebelum Allah yang sejati. Kita membuat berhala-berhala dari selebriti, dari gaya hidup, dari kekayaan, dan ya, kadang-kadang dari patung yang diukir atau benda. Kita menggunakan nama Allah dengan segala jenis cara yang tidak senonoh, termasuk seruan kita dan sumpah serapah kita. Kita menggunakan hari Sabat untuk pertandingan terbesar kita, rekreasi paling serius kita, belanja terberat kita, dan hampir segala sesuatu yang lain selain peribadatan. Kita memperlakukan hubungan seksual di luar pernikahan sebagai rekreasi dan hiburan. Dan menginginkan milik sesama telah menjadi cara hidup yang terlalu umum lihat Keluaran 203–17. Para nabi dari semua dispensasi telah secara konsisten memperingatkan pelanggaran terhadap dua dari perintah yang lebih serius—perintah yang berkaitan dengan pembunuhan dan perzinaan. Saya melihat suatu dasar yang sama untuk dua perintah amat penting ini—kepercayaan bahwa kehidupan itu sendiri adalah hak Allah dan bahwa tubuh jasmani kita, bait suci kehidupan fana, hendaknya diciptakan dalam batasan-batasan yang telah Allah tetapkan. Bagi manusia untuk menggantikan aturan-aturannya sendiri untuk hukum-hukum Allah pada sisi mana pun dari kehidupan merupakan tingginya kelancangan dan dalamnya dosa. Dampak utama dari sikap yang semakin bobrok ini mengenai kekudusan pernikahan adalah konsekuensi terhadap keluarga—kekuatan keluarga merosot pada tingkat yang mengkhawatirkan. Kemerosotan ini menyebabkan kerusakan yang meluas pada masyarakat. Saya melihat sebab dan dampak yang langsung. Sewaktu kita melepaskan komitmen dan kesucian pada pasangan nikah kita, kita menghilangkan perekat yang menyatukan masyarakat kita bersama. Sebuah cara yang berguna untuk berpikir tentang perintah-perintah adalah itu merupakan nasihat penuh kasih dari Bapa Surgawi yang bijaksana dan maha mengetahui. Gol-Nya adalah kebahagiaan kekal kita, dan perintah-perintah-Nya adalah peta jalan yang telah Dia berikan kepada kita untuk kembali kepada-Nya, yang merupakan satu-satunya jalan kita akan menjadi bahagia secara kekal. Seberapa signifikankah rumah tangga dan keluarga bagi kebahagiaan kekal kita? Di halaman 141 dari buku coklat kecil saya, itu berbunyi, “Sungguh surga kita hanyalah sedikit lebih daripada suatu pantulan dari rumah kita ke dalam kekekalan.”4 Ajaran tentang keluarga dan rumah tangga baru-baru ini ditegaskan kembali dengan kejelasan dan penekanan besar dalam “Keluarga Pernyataan kepada Dunia.” Itu menyatakan sifat kekal dari keluarga dan kemudian menjelaskan hubungannya dengan peribadatan bait suci. Pernyataan itu juga menyatakan hukum yang padanya kebahagiaan kekal keluarga ditautkan, yaitu, “Kuasa penciptaan yang sakral ini [hendaknya] digunakan hanya antara pria dan wanita, yang telah dinikahkan secara resmi sebagai suami dan istri.”5 Allah mengungkapkan kepada para nabi-Nya bahwa ada kemutlakan moral. Dosa akan selalu menjadi dosa. Ketidakpatuhan terhadap perintah-perintah Tuhan akan selalu menghalangi kita dari berkat-berkat-Nya. Dunia berubah secara konstan dan dramatis, namun Allah, perintah-perintah, dan berkat-berkat-Nya yang dijanjikan tidaklah berubah. Itu abadi dan tak berubah. Pria dan wanita menerima hak pilihan mereka sebagai karunia dari Allah, namun kemerdekaan mereka dan, pada gilirannya, kebahagiaan kekal mereka datang dari kepatuhan terhadap hukum-hukum-Nya. Sebagaimana Alma menasihati putranya Korianton, “Kejahatan tidak pernah merupakan kebahagiaan” Alma 4110. Di zaman Pemulihan kegenapan Injil ini, Tuhan sekali lagi telah mengungkapkan kepada kita berkat-berkat yang dijanjikan kepada kita karena patuh pada perintah-perintah-Nya. Dalam Ajaran dan Perjanjian 130 kita membaca “Ada suatu hukum, dengan tak terbatalkan ditetapkan di surga sebelum pelandasan dunia ini, yang di atasnya segala berkat dilandaskan— Dan ketika kita mendapatkan berkat apa pun dari Allah, itu adalah karena kepatuhan pada hukum itu yang di atasnya itu dilandaskan” A&P 13020–21. Tentunya tidak dapat ada ajaran apa pun yang lebih kuat dinyatakan dalam tulisan suci daripada perintah-perintah Tuhan yang tak berubah dan hubungannya dengan kebahagiaan dan kesejahteraan kita sebagai individu, sebagai keluarga, dan sebagai masyarakat. Ada kemutlakan moral. Ketidakpatuhan pada perintah-perintah Tuhan akan selalu menghalangi kita dari berkat-berkat-Nya. Ini tidaklah berubah. Di dunia di mana kompas moral masyarakat terhuyung-huyung, Injil Yesus Kristus yang dipulihkan tidak pernah goyah, tidak juga hendaknya pasak-pasak dan lingkungan-lingkungannya, keluarganya, atau anggota-anggota individunya. Kita tidak boleh mengambil dan memilih perintah mana yang menurut kita penting untuk ditaati melainkan mengakui semua perintah Allah. Kita harus berdiri kukuh dan tabah, memiliki keyakinan yang sempurna dalam konsistensi Tuhan serta kepercayaan sempurna pada janji-janji-Nya. Semoga kita senantiasa menjadi terang di atas bukit, teladan dalam menaati perintah-perintah, yang tidak pernah berubah dan tidak akan pernah berubah. Sama seperti buku kecil ini mendorong para prajurit OSZA untuk berdiri kukuh secara moral di masa-masa perang, semoga kita, di perang zaman akhir ini, menjadi suatu mercusuar bagi seluruh bumi dan khususnya bagi anak-anak Allah yang mengupayakan berkat-berkat Tuhan. Mengenai ini saya bersaksi dalam nama Yesus Kristus, amin.
Jawabanpenting marena Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. The research is aimed to figure out whether the International Law is a genuine law. This concerns with why the international community is willing to obey the international law though it lacks of formal institutions that are in charge of empowering the law. This is a normative legal research. The data used in this research are the secondary data along with the secondary law material that is in the form of research result. Through this research, it can be concluded that the nature of coordinative relationship among international community - not having a supranational institution that has an authority in making and forcing the validity of certain international regulation at once to the citizens of nations that are breaking the international law – will not decrease the existence and the essence of the international law as a legal norm. The most major factor emerging the acceptance and the obedience of the international community towards its regulation is the awareness and the needs of all people towards which regulation that can offer the law and order, justice, and law enforcement that can be done and of which can not be done in the practice of the international law. The internally emerged obedience will offer a better result that the one emerged by the punishment. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... Because in International Law there are three conditions that are fulfilled from the characteristics of a law according to Oppenheim, the three conditions are the existence of legal rules, the existence of an international community and the existence of guarantees of implementation from outside external power of these regulation. 8 And also according to Emer de Vattel, International Law is law in accordance with the nature of a country, because according to him, even though in International Law there is no supervision and court that is ready to apply the laws of International Law and the unclear rules of existing International Law rules and results. uncertainty in the application of law, does not affect the basic needs and suitability of a law, that is because countries that use international law are sovereign states and deal directly with each other, they only see them as people who have common interests because that is not state law. ... Fabian AkbarInternational law is the law that governs entity on an international scale. But is international law really law? because there are many opinions from legal experts that International Law is not Law but on the other hand there are also those who say that International Law is Law because it regulates certain international actions that are carried out around the world and has certain procedural and substantive rules to follow. The purpose of the article is to elaborate views on the issue and to put forward different legal arguments in the application of the international Marcos JosephNur ShivanaLayina ShaizaDifferences in the practice of binding international law in a sovereign state have different forms which are based on various theories of international law. As a result, each country has different perceptions even in terms of law enforcement. The study uses the library research method where the author refers to legal journals and certain books as well as the opinions of experts. However, in practice, the author prefers to refer to journals and books, because the sources from journals and books can be accounted for. The author also cites sources that have been mentioned through footnotes or footnotes. This study aims to analyze different legal practices in binding international law in Southeast Asian countries and their impact on law Brilian Agri Brilian Wiji SeksonoAbstrak ASEAN merupakan organisasi regional, dimana ASEAN berpangruh besar dalam proses penyelesaian masalah di Laut China Selatan dan upaya menjaga perdamaian kawasan didaerah ASEAN. Adapun hubungan antara hukum dan politik yang terjadi dalam penyelesaian sengketa ini. Kamampuan yang dimiliki ASEAN diharapkan bisa menjadi contoh bahwa organisasi internasional memiliki kewajiban dalam porses perdamaian dunia. Peran serta ASEAN menunjukan kemampuan suatu organisasi regional yang bisa menjalankan peran dan tugasnya terhadap sengketa baik dengan jalur diplomasi, tinjauan terhadap ketentuan hukum internasional yang berlaku dan tidak menggunakan cara kekuatan fisik militer dimana hal ini merupakan pelaksanaan dari 'ASEAN WAY". Permasalahan yang terjadi di Laut China Selatan tidaklah mudah diselesaikan dan sudah bertahun-tahun tidak menemui titik terang, dengan adanya pembahasan ini akan kita ketahui latar belakang terjadinya sengekta di Laut China Selatan dan bagaimana penyelesaiannya karena Laut China Selatan ini berada dicekungan lautan diantara China dan Negara ASEAN. Adanya perselisihan dan klaim secara sepihak dibeberapa negara menimbulkan ketidakpastian hukum dan kepemilikan dari Laut China Selatan. Permasalahan juga diakibakan pengembalikan kekuasan dari para penjajah kepada negara ASEAN membuat hukum wilayah negara yang belum jelas adanya dan belum diakui oleh dunia. ASEAN sebagai organisasi berpangruh diwilayah ini mencoba menyelesaikan masalah tanpa merugikan pihak-pihak terkait dan menjaga stabilitas perdamaian dunia. Walaupun demikian secara bergantian kepeimimnan di ASEAN belum bisa menyelesaikan sengekta ini, dan pada akhirnya Pengadilan Arbitase Internasonal memutuskan beberapa putusan sehingga untuk saat ini titik terang dari sengketa Laut China Selatan sudah ada. Upaya-upaya ini akan dihadapi oleh ASEAN sehingga dimasa yang akan datang permasalahan dan perebutan kekuasan di Laut China Selatan tidak akan pernah terjadi lagi, sebab sudah ada dasar hukum yang jelas. Kata Kunci ASEAN, Laut China Selatan, Sengketa I. PENDAHULUAN Laut China Selatan telah menjadi permasalahan ASEAN yang telah dihadapi dan berdampak pada keaman politik serta masalah hukum didalamnya. Sengketa Laut China Setalan terlah terjadi sebelum ASEAN berdiri, hal ini tidak lepas karena keadan laut yang sayang melipah dan kaya aka nisi didalamnya. China sendiri telah melebarkan Kawasan Afiyata Biqadrilla Nur AiniPerkembangan dunia yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah meningkatkan intensitas hubungan antar negara di dunia. Hubungan antar negara yang ditandai dengan terbentuknya Kerjasama internasional Seiring dengan semakin banyaknya hubungan yang dilakukan antar negara dalam segala bidang, maka semakin meningkat pula urgensi untuk membentuk suatu tatanan hukum yang dapat mengikat hubungan antar negara. Sebuah system hukum yang mengatur hak dan kewajiban antar pihak yang diatur oleh sebuah hukum internasional 1. Hukum internasional sejak dulu memiliki peran penting untuk mengatur hubungan natar bangsa agar terjalin sebuah Kerjasama internasional yang baik. Setiap perjanjian Kerjasama yang dilakukan antar negara memuat kepentingan negara dalam melakukan hubungan Kerjasama untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Negara yang melakukan perjanjian internasional harus tetap menjunjung tinggi dan mentaati ketentuan yang dimuat dalam hukum internasional. Hukum internasional telah menyediakan suatu tatanan norma yang dijkadikan dasar hukum bagi perjanjian internasional yang dikenal sebagai Vienna Conventionon the Law of Treaties 1969 dikenal dengan Konvensi Wina 1969 1 Boer Mauna, Hukum Internasional, cetakan ke-4, Bandung, Alumni, 2005 hlmn 5Elisabet SuhardiStephanie LorenzaZulianto ChairulDi suatu negara, laut mempunyai beragam manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia. Mengingat pentingnya fungsi laut bagi suatu negara, dirumuskanlah aturan-aturan mengenai hukum laut internasional dan melahirkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut United Nations Convention on the Law of the Sea yang disingkat menjadi UNCLOS. Walaupun telah terdapat landasan hukum laut internasional, masih banyak terjadi sengketa antar-negara mengenai wilayah laut. Misalnya adalah sengketa klaim atas Laut China Selatan oleh China yang masih berlangsung sampai sekarang. Pada 10 Agustus 2018, pesawat pengintai P-8A Poseidon milik Amerika Serikat, terbang melintasi empat pulau buatan utama di Kepulauan Spratly yang berada di wilayah laut China selatan. Selama penerbangan tersebut, awak pesawat pengintai AS mendapat enam tembakan peringatan dari militer China, menyatakan bahwa mereka berada di wilayah China dan memerintahkan pesawat untuk pergi meninggalkan tempat itu. Walaupun pesawat Angkatan Laut Amerika Serikat memiliki kekebalan hukum untuk melakukan kegiatan militer yang sah di luar wilayah udara nasional negara pesisir Khalimatus Sa'diyahRia Tri VinataAnxiety against cybercrime has become the world’s attention, but not all countries in the world is giving greater attention to the problem of cybercrime by having the rule and unless the developed countries and some developing countries. The purpose of this research is in order to find, examine and analyze the efforts of the Indonesia Government in the protection of State secrets information and data, also to research the forms of Indonesia Government resistance against cyber war. Find a reconstruction of national cyber defense formation or cyber army in an attempt to defend the sovereignty of the country. In Act No. 3 of 2002 on State Defense, it has been established that the threat in the country’s defense system consists of a military threat and non-military threat, which is including cyber threats. One of the negative effects of the cyber world development via the internet among other things is a crime in violation of the law cybercrime, where when the escalation widely spread, it could have threatened the country’s sovereignty, territorial integrity or the safety of the nation. In an effort to combat against the attacks in this virtual world, will require an agency that is in charge of being the world’s bulwark cyber or cyber T GuzmanHow International Law Works presents a theory of international law, how it operates, and why it works. Though appeals to international law have grown ever more central to international disputes and international relations, there is no well-developed, comprehensive theory of how international law shapes policy outcomes. Filling a conspicuous gap in the literature on international law, Andrew T. Guzman builds a coherent theory from the ground up and applies it to the foundations of the international legal system. Using tools from across the social sciences Guzman deploys a rational choice methodology to explain how a legal system can succeed in the absence of coercive enforcement. He demonstrates how even rational and selfish states are motivated by concerns about reciprocal non-compliance, retaliation, and reputation to comply with their international legal commitments. Contradicting the conventional view of the subject among international legal scholars, Guzman argues that the primary sources of international commitment—formal treaties, customary international law, soft law, and even international norms—must be understood as various points on a spectrum of commitment rather than wholly distinct legal structures. Taking a rigorous and theoretically sound look at international law, How International Works provides an in-depth, thoroughgoing guide to the complexities of international law, offers guidance to those managing relations among nations, and helps us to understand when we can look to international law to resolve problems, and when we must accept that we live in an anarchic world in which some issues can be resolved only through Hongju KohWhy do nations obey international law? This remains among the most perplexing questions in international T. GuzmanThis Article examines international law from the perspective of compliance. It puts forward a theory of international law in which compliance comes about in a model of rational, self-interested states. International law can affect state behavior because states are concerned about the reputational and direct sanctions that follow its violation. The model allows us to consider international law in a new light. Most strikingly, one is forced to reconsider two of the most fundamental doctrinal points in the field-the definitions of customary international law “CIL” and of international law itself. A reputational model of compliance makes it clear that CIL affects the behavior of a state because other states believe that the first state has a commitment that it must honor. A failure to honor that commitment hurts a state's reputation because it signals that it is prepared to breach its obligations. This implies a definition that turns on the existence of an obligation in the eyes of other states rather than the conventional requirements of state practice and a sense of legal obligation felt by the breaching state. Classical definitions of international law look to two primary sources of law-treaties and CIL. A reputational theory, however, would label as international law any promise that materially alters state incentives. This includes agreements that fall short of the traditional definition, including what is often referred to as "soft law." The Article points out that there is no way to categorize treaties and CIL as "law" without also including soft law. Agreements such as ministerial accords or memoranda of understanding represent commitments by a state which, if breached, will have a reputational impact. For this reason, these soft-law agreements should be included in the definition of international law. The Article also calls for a refocusing of international-law scholarship. Because international law works through reputational and direct sanctions, we must recognize that these sanctions have limited force. As a result, international law is more likely to have an impact on events when the stakes are relatively modest. The implication is that many of the topics that receive the most attention in international law-the laws of war, territorial limits, arms agreements, and so on-are unlikely to be affected by international law. On the other hand, issues such as international economic matters, environmental issues, and so on, can more easily be affected by international law. This suggests that the international-law academy should focus greater attention on the latter subjects and less on the Filosofis terhadap Eksistensi Hukum InternasionalHarry PurwantoPurwanto, Harry, "Kajian Filosofis terhadap Eksistensi Hukum Internasional", dalam Mimbar Hukum, Majalah FH UGM, No 44/VI/ on International LawMartin DixonDixon, Martin, Texbook on International Law, Blackstone Press Limited, fourth edition, Internasional Dalam Perspektif Negara Berkembang, Penataran Singkat pengembangan bahan Ajar Hukum InternasionalHikmahanto JuwanaJuwana, Hikmahanto, Hukum Internasional Dalam Perspektif Negara Berkembang, Penataran Singkat pengembangan bahan Ajar Hukum Internasional, Bagian Hukum Internaisonal FH Undip, Semarang, 6-8 Juni Teori Hukum legal theory dan Teori Peradilan judicial prudence termasuk interpretasi undang-undang legisprudence, Vol IAhmad AliAli, Ahmad, Menguak Teori Hukum legal theory dan Teori Peradilan judicial prudence termasuk interpretasi undang-undang legisprudence, Vol I, Pemahaman Awal, Prenadamedia Group, Atma Jaya Yogyakarta, Cetakan keduaSugeng IstantoHukum InternasionalIstanto, Sugeng, Hukum Internasional, Penerbitan Atma Jaya Yogyakarta, Cetakan kedua, 1998. Berdasarkanpasal 1 ayat 3 UUD 1945 dijelaskan bahwasannya : 1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, bukan berdasar pada kekuasaan. 2. Sistem Konstitusional, pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas. Dengan demikian Indonesia merupakan negara hukum yang Origin is unreachable Error code 523 2023-06-15 104636 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d7a3acdf964b927 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Contohketaatan hukum yang biasa kita temui dalam diri seorang yang taat hukum adalah mengikuti pelajaran yang sudah ditentukan jadwalnya. Nah, sekarang kamu sudah tahu tentang ketaatan hukum yang ada di Indonesia. Bab ini cukup menarik untuk dipelajari, tentunya karena berhubungan langsung dengan kehidupan kita sebagai seorang warga negara.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Apabila masyarakat tidak memiliki kesadaran hukum, maka keadaan akan lebih mudah dalam menimbulkan suatu konflik dalam masyarakat, yang menimbulkan hal tersebut adalah masyarakat itu sendiri. Kenapa? Karena kurangnya kepatuhan dan kesadaran akan akan hukum semakin merosot, karena seringkali terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. Salah satu yang dapat kita contohkan adalah tidak dimilikinya kesadaran dan kepatuhan hukum terhadap tata tertib dilalu lintas. Tata tertib dilalu lintas ini merupakan suatu perbuatan dalam menunjukkan kesadaran dan kepatuhan akan adanya hukum lalu lintas. Apa akibatnya jika kita tidak mematuhi hukum atau tata tertib yang ada di lalu lintas?Ya, betul. Kecelakaan, didalam Pasal 1 Angka 32 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diterangkan bahwa, ketertiban lalu lintas ini merupakan suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap pengguna jalan. Untuk permasalahan ketertiban dalam berlalu lintas di jalan raya merupakan tanggung jawab bagi setiap pengguna jalan, bukan hanya pihak kepolisian saja tapi tanggung jawab bersama. Mengenai tentang masalah kesadaran dan kepatuhan ini memang sedikit sulit untuk mewujudkan masyarakat yang sadar dan patuh terhadap hukum. Menurut pandangan saya sendiri, masyarakat itu bukannya tidak memiliki kesadaran atau kepatuhan. Tetapi kebanyakan mereka merasa untuk apa kita harus taat kepada hukum?Untuk apa kita patuh terhadap hukum? Orang yang mengerti akan hukum saja justru melanggar hukum dengan senang hati. Hingga akhirnya, karena pemikira yang seperti itu yang membuat mereka tidak memiliki kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum. Tidak hanya itu, bahkan karena pemikiran seperti itu mereka seakan-akan tidak perduli akan hukum yang ada, hingga akhirnya timbullah tindakan-tindakan kriminalitas, yang kemudian membuat angka tingkat kriminalitas menjadi tinggi bukan hanya dalam kuantitas dan volumenya saja, tetapi juga dalam kualitas atau intensitas serta jenisnya. Muncul pertanyaan, untuk apa kesadaran akan hukum ini? Apakah dengan memiliki kesadaran terhadap hukum akan dapat mempengaruhi penegakkan hukum yang ada? Dampak yang muncul apabila masyarakat tidak memiliki suatu kesadaran dan kepatuhan hukum, yang menyebabkan terjadinya tidakan kriminal dimana-mana, tawuran dimana-mana, banyak tindakan asusila terhadap anak-anak dan wanita, hidup masyarakat akan menjadi kacau. Itu semua diakibatkan karena kurangnya kesadaran mayarakat akan hukum. Dari melihat hal seperti inilah maka diperlukannya untuk memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum. Kesadaran hukum ini merupakan kesadaran dari diri sendiri tanpa paksaan, tekanan, maupun perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang ada. Dengan berjalannya kesadaran hukum dalam masyarakat, maka hukum tidak perlu mengeluarkan sanksi. Sanksi hanya akan dijatuhkan ketika seorang warga benar-benar terbukti melanggar hukum. Dengan kata lain, jika semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan terwujudnya suatu penegakkan hukum yang baik pula. Jika sebaliknya, semakin rendah akan tingkat kesadaran masyarakat terhadap hukum, maka kan semakin sukar pula pelaksanaan penegakkan hukum yang kesadaran hukum terhadap masyarakat bukanlah proses yang mudah, atau sekali jadi, tidak! Tidak begitu, melainkan memiliki rangkaian proses, tahap demi tahap. Seperti; a tahap pengetahuan hukum; b tahap pemahaman hukum; c tahap sikap hukum; d tahap pola prilaku hukum. Membina kesadaran hukum merupakan suatu tuntutan perubahan sosial yang sering kali menjadi perhatian pemerintah dan telah digalakkan dalam suatu usaha pembangunan. Sejak awal pemerintahan Orde Baru Orba, secara jelas dan sistematis dituangkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR Nomor IV/MPR/1978 mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN dalam hal hukum, tertib hukum dan Penegakkan Hukum. Dalam Persoalan pembinaan hukum di Indonesia merupakan suatu masalah yang sangat krusial di tengah-tengah meningkatnya angka kriminalitas di setiap tahunnya. Misalnya, pada tahun 2017, jumlah tahanan dan narapidana di Indonesia yang berada di dalam rutan/lapas berjumlah orang. Sedang pada tahun 2020 akhir, terjadi peningkatan jumlah tahanan dan narapidana hingga mencapai orang. Tingkat kriminalitas yang menjadi salah satu acuan terhadap keberhasilan program pembinaan hukum ini dalam memberikan gambaran bahwa Indonesia membutuhkan pola-pola pembinaan yang sangat efektif, untuk mewujudkan kesadaran hukum bagi masyarakat Indonesia. Indonesia yang masih sangat rentan dengan pelanggaran hukum membutuhkan perhatian yang lebih untuk menciptakan masyarakat yang sadar hukum dan masyarakat yang tertib hukum. Karena pada dasarnya, kesuksesan dan keberhasilan dalam pembangunan hukum ditentukan oleh kualitas pembinaan dikatakan bahwa kesadaran hukum ini wajib dimiliki oleh setiap masyarakat dan warga negara. Tanpa adanya kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum, negara tidak akan memiliki penetapan hukum yang baik. Negara akan mengalami kekacauan. Jika kita sudah konsisten dalam membangun suatu Negara menjadi negara hukum, maka siapapun harus tunduk kepada hukum. Hukum tidak dapat diberlakukan secara diskriminatif, tidak memihak siapapun dan apapun, kecuali kepada kebenaran. Jika hukum diberlakukan secara diskriminatif, maka hukum tidak akan dapat dipercaya lagi sebagai sarana dalam memperjuangkan hak dan keadilan. Oleh karena itu, agar hukum memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum. Karena sesungguhnya, jika semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan terwujudnya suatu penegakkan hukum yang baik pula. Jika sebaliknya, semakin rendah akan tingkat kesadaran masyarakat terhadap hukum, maka kan semakin sukar pula pelaksanaan penegakkan hukum yang ApriliantiS20191024 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya hukumkarena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. 4. Pola prilaku hukum Pola prilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena dengan ini kita dapat melihat apaka suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat.

Hukumini (bd. Yak 2:12) adalah kehendak Allah yang sudah dihayati hati kita oleh bantuan Roh Kudus yang mendiami kita (bd. Yeh 11:19-20). Melalui iman kepada Kristus kita tidak hanya menerima kemurahan dan pengampunan (Yak 2:12-13), tetapi juga kuasa dan kebebasan untuk menaati hukum Allah (Rom 3:31; lihat cat. --> Rom 8:4).

\n \n \n\n ketaatan kita terhadap hukum semestinya
Keadilanmerupakan salah satu prinsip dalam tujuan suatu negara; menyangkut; keamanan, ketertiban, kesejahteraan umum, kebebasan, dan sebagainya. Dalam hal ini, maka tujuan negara Indonesia adalah terpenuhinya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. atpKi.
  • gw5j9fzp02.pages.dev/180
  • gw5j9fzp02.pages.dev/113
  • gw5j9fzp02.pages.dev/264
  • gw5j9fzp02.pages.dev/271
  • gw5j9fzp02.pages.dev/36
  • gw5j9fzp02.pages.dev/273
  • gw5j9fzp02.pages.dev/399
  • gw5j9fzp02.pages.dev/393
  • gw5j9fzp02.pages.dev/371
  • ketaatan kita terhadap hukum semestinya